Loading

Kamis, 19 Februari 2015

Biarkan Anak Mengembangkan Potensi Yang Dimilikinya

Biarkan Anak Mengembangkan Potensi Yang Dimilikinya
Dok. pribadi
" Bu, boleh tidak aku ikut sanggar tari ? " tanya si bungsu mengutarakan keinginannya untuk menekuni tarian tradisional yang pertama kali dikenalnya di sekolah.
Saya terharu mendengar permintaannya, mengingatkan kembali kenangan pada masa anak-anak dulu. Ketika saya dan saudara-saudara yang lain diwajibkan orang tua untuk mempelajari salah satu kesenian tradisional untuk mengisi waktu luang kami diluar jadwal sekolah. Tidak hanya sekedar mewajibkan, beliau juga memfasilitasinya dengan menyediakan berbagai alat musik mulai dari degung, wayang, kecapi suling juga mendatangkan guru tari dan tembang Cianjuran jika diantara kami ada yang tertarik dengan seni olah vokal tembang Cianjuran atau menari.

Zaman dulu tidak seperti masa sekarang, anak-anak disamping sekolah masih disibukkan dengan berbagai les tambahan maupun ekstra kurikuler lainnya. Cara orang tua saya menyibukkan kami semua yaitu dengan menyediakan berbagai alat musik tradisional yang bisa kami pelajari dan mainkan. Siapa sangka dari semua kegiatan itu kakak-kakak saya ada yang bisa menari di istana Bogor  mengisi acara pernikahan Mba Tutut putri Presiden Soeharto.Melalui tari juga ada yang bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).


Cara orang tua saya dulu untuk mengisi waktu luang yang dimiliki anak-anaknya berbeda dengan cara saya dan suami kepada anak-anak. Kami membiarkan anak-anak untuk memilih kegiatan yang disukainya diluar jam sekolah sebagai keterampilan tambahan. Jika si bungsu lebih memilih seni tari, si sulung lebih memilih olah raga basket sebagai pilihannya. Kami percaya kegiatan yang mereka pilih dan tekuni dengan serius suatu waktu pasti ada manfaatnya. Ini terbukti dengan diterimanya si sulung di sebuah universitas lewat jalur prestasi basket. Padahal dulu saya sempat bersitegang dengannya karena khawatir akan mengganggu sekolahnya.

" Mama percaya deh sama aku. Aku bisa membagi waktuku dengan baik, aku tahu tanggung jawabku yang utama " ujar si sulung memberikan pembelaannya, ketika saya memintanya berhenti basket dan dia lebih fokus pada sekolahnya. Karena saya khawatir nilai akademiknya turun melihat kegiatannya yang padat antara sekolah, latihan dan pertandingan. Tetapi saya tidak mau kalah begitu saja kekhawatiran tetap ada, hingga saya katakan " Ok, mama izinkan main basket, tetapi jika nilai akademikmu  turun terpaksa basket nya harus berhenti ".

Karena sudah terlanjur cinta pada basket dan tidak mau jika harus berhenti, justru kalimat saya menjadi tambahan motivasi untuk dia lebih serius menekuni keduanya. Alhamdulillah nilai akademiknya bagus, bahkan beberapa temannya sempat bertanya " gimana sih cara bagi waktunya ? padahal kamu kan sibuk dengan basket tapi nilai-nilaimu masih tetap bagus ?". Wali kelasnya pun sempat menanyakan hal itu, karena menurut beliau yang pandai olah raga seringkali tidak diimbangi dengan prestasi akademik. Alhamdulillah saya bersyukur si sulung bisa mengimbangi keduanya berjalan sejajar.

Setiap anak itu unik dan memiliki kelebihan yang berbeda, sebagai orang tua saya dan suami hanya memberi masukan dan memberikan kepercayaan pada mereka untuk mengambil keputusan sendiri. Misalnya, ketika si sulung masih di sekolah dasar dan akan memasuki sekolah menengah pertama orang tua masih memilihkan sekolah untuknya demikian juga untuk adiknya. Tapi begitu memilih SMA dia minta dia sendiri yang memilih, kami menyetujui setelah dia memberi alasan mengapa memilih sekolah tersebut. Demikian juga dengan Universitas yang dipilihnya dia yang memilih dan menentukan jurusannya. Setiap sekolah yang dipilihnya tidak jauh-jauh harus sekolah/universitas yang bagus prestasi basket nya. Alasannya karena dia ingin basket nya juga tetap berkembang dengan baik. Setelah jadi mahasiswa dia sedikit kesulitan membagi waktu antara jadwal kuliah, latihan dan kompetisi. Akhirnya dia harus merelakan diri ter coret sebagai pemain  Liga Mahasiswa tapi semua itu dibayarnya dengan IP yang cukup bagus 3,85. 

" Aku kasihan lihat temanku dia seperti pion dari permainan catur yang dimainkan oleh orang tuanya. Dia tidak bisa memilih yang menjadi keinginannya semua sudah diatur dan diputuskan oleh orang tua. Segalanya dipantau dan diatur, temanku itu bagai mahluk yang tidak memiliki jiwa sama sekali " ujar si sulung  menceritakan salah seorang temannya saat kami berbincang. Dari ceritanya saya belajar untuk mengerti bahwa anak tetap memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Berhak untuk memilih apa yang disukai dan diinginkannya. Membiarkan mereka untuk mengembangkan diri dengan segala potensi yang dimilikinya.

"Anak memang berasal dari padamu tetapi dia bukan milikmu, melainkan milik kehidupan. Biarkan mereka terbang tinggi, setinggi cita-cita dan harapannya ".  




Dok. pribadi

7 komentar:

  1. jujur aja aku selama ini jadi 'pion' itu teh. ga enak banget hidup jadi pion.dan karena tau gimana gak enaknya, makanya aku sama suami sekarang udah sepakat mau biarkan anak memilih jalannya sendiri sesuai sama minat dan bakatnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin............setiap ortu punya cara berbeda dalam pola asuh anaknya neng, ambil yg menurut Syifa baik dan sebaliknya, salam bwt keluarga ya neng.

      Hapus
  2. Asalkan kegiatannya positif saya yakin semua orang tua pasti ngedukung anaknya. Tinggal orang tuanya aja yg ngarahin anaknya. Jangan semua serba dilarang! hhe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali mas, karena sesuatu yg dipaksakan pasti hasilnya jg tidak baik.

      Hapus
  3. Dija ikut les balet Tante...
    sama kayak menari ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus Dija mau olah raga atau seni yang penting positif suatu hari pasti semua kegiatan itu ada manfaatnya, sukses ya buat Dija, tante pengen juga nonton Dija balet

      Hapus
  4. Benar banget mbak, segala sesuatu yang dijalani dari dan dengan hati pasti berbuah manis. Kita sebagai orang tua harus berada di garda depan untuk memberi dukungan.

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...